Sabtu, 25 Maret 2017

Pengertian dan Hakikat Puisi (Bagian 1)

PENGERTIAN DAN HAKIKAT PUISI
(PUISI BAGIAN 1)

Pemahaman tentang pengertian, hakikat, dan unsur-unsur pembangun wajib kita miliki agar pemahaman tentang puisi lebih aktual, artinya pemahaman puisi sesuai dengan konsep puisi kontemporer (masa kini). Bahwa terdapat puisi lama yang mensyaratkan berbagai aturan, memang tetap harus kita kenali. Dengan pembahasan ini juga diharapkan kita dapat memiliki pengetahuan yang cukup tentang teori-teori puisi, khususnya berkaitan dengan hakikat dan unsur-unsur pembangun puisi. Akhirnya, dengan bekal pemahaman tersebut diharapkan kita dapat “menggauli” puisi dengan penuh rasa cinta.

A.     Pengertian Puisi
Sering terjadi kesalahpahaman ketika mendefinisikan puisi. Puisi sering disebut karangan terikat. Kesalahpahaman tersebut terjadi akibat mendefinisikan puisi membandingkan dengan batasan prosa dan masih mengacu pada contoh puisi-puisi lama. Jika puisi merupakan karangan yang terikat oleh aturan-aturan (jumlah baris dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu baris, bunyi-bunyi akhir baris, dan sebagainya), bagaimanakah dengan puisi-puisi seperti di bawah ini?

Rumah Kenangan
Nenden Lilis Aisyah

Seorang tanpa rumah tak bisa pulang ke mana-mana
Kecuali pada kenangan di atas pohon jambu
Pada ibu-bapak renta yang terpekur di kamar berdebu

Lemari kusam itu masih dirasa miliknya
Meski lubang kuncinya macet,
pintunya tak bisa menutup,

Cerminnya memantulkan bayang-bayang lonjong

Bekas tanah dicangkul dan baju berlumur
Yang menggantung di balik dapur juga
Seperti sisa hatinya
Meski selalu ada yang terasa sulit
Tumbuh seperti pohon apel di kebun belakang

Daunnya rangkas dimakan ulat
Atau pohon delima, buahnya belah sebelum masak

Tapi seorang tanpa rumah masih ingin tinggal 
Meski tak tahu, masih adakah yang rindu, 
Masihkah ada yang menunggu?

Ia hanya tahu
Hidup sesungguhnya sendiri

Berdasarkan contoh puisi di atas, pengertian puisi sebagai karangan terikat sudah tidak bisa diterima. Hal itu karena wujud puisi sudah mengalami perkembangan. Perkembangan itu pula yang menyebabkan pengertian puisi pun berkembang. 
Secara etimologis kata puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti ”membuat”, poeisis yang berarti ”pembuatan”, atau poeites yang berarti ”pembuat, pembangun, atau pembentuk”. Di Inggris puisi disebut poem atau poetry yang artinya tak jauh berbeda dengan to make atau to create sehingga lama sekali di Inggris puisi disebut maker.
Secara istilah, puisi dapat diartikan sebagai berikut.
1.      Puisi adalah pengucapan dengan perasaan sedangkan prosa pengucapan dengan pikiran
(H.B.Jassin dalam Thahjono, 1988: 49) 
2.      Puisi mengajarkan sebanyak mungkin, dengan kata-kata sedikit mungkin.
(Ralph Waldo Emerson dalam Thahjono, 1988: 49)
3.      Puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya (rima, ritme, musikalitas).
(Slamet Mulyana dalam Ristiani, 2003:17)
4.      Puisi merupakan suatu karangan yang mengandung irama. Irama merupakan ciri puisi yang membedakannya dengan prosa. Perbandingan puisi dan prosa diibaratkan dengan orang yang menari dan berjalan biasa.
    (H.B. Yasssin dalam Ristiani, 2003:18)
5.      Puisi merupakan bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional.
(Clive Samson dalam Ristiani, 2003:19)

Berdasarkan batasan di atas, wujud puisi itu adalah bahasa yang padat (sedikit kata-kata, tetapi mengandung banyak makna). Keindahan struktur bahasa yang digunakan sangat diperhatikan (rima, ritme, musikalitas). Apa yang tersembunyi di balik bahasa yang digunakan itu adalah makna yang ingin disampaikan. Makna yang dikandungnya tersebut dapat berupa pikiran, perasaan, pendapat, kritikan, dan lain-lain.
Pemadatan di dalam puisi adalah pengintensifan segala unsur bahasa. Unsurunsur bahasa tersebut di dalam penyusunannya dirapikan, diperbagus, diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan keindahan bunyi (rima, ritme, dan musikalitas). 
 
B.     Hakikat Puisi
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa hakikat puisi tidak terletak pada bentuk formalnya. Bentuk formal hanyalah sebagai sarana kepuitisan yang digunakan penyair untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Ada tiga aspek yang perlu dipahami untuk mengerti hakikat puisi, yakni: 1) fungsi estetik; 2) kepadatan; dan 3) ekspresi tidak langsung.

1.      Fungsi Estetik
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, fungsi estetik sangat dominan, sangat berkuasa. Tanpa fungsi seni ini, karya kebahasaan tidak dapat disebut sebagai karya seni puisi. Unsur-unsur estetik atau keindahan di dalam karya puisi tersebut merupakan unsur-unsur kepuitisan seperti diksi, rima (persajakan), irama, gaya bahasa, dan sebagainya.

2.      Kepadatan
Yang dimaksud dengan kepadatan adalah pemadatan kata-kata. Di dalam puisi, tidak semua peristiwa diceritakan, akan tetapi yang diekspresikan adalah inti masalah, atau inti cerita. Karena itu, kadang-kadang kata-kata hanya diambil inti dasarnya. Imbuhan-imbuhan, baik awalan maupun akhiran sering dihilangkan. Perhatikanlah contoh sajak di bawah ini:

PENERIMAAN
Chairil Anwar

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Foto: Chairil Anwar

Sajak Penerimaan ini penuh pemadatan. Banyak kata yang hanya menggunakan inti dasarnya, kata selengkapnya atau imbuhan dihilangkan, seperti pada kata /kau/ (engkau), /kutahu/ (aku mengetahui), /dulu/ (dahulu), /tunduk/ (menunduk). Selain itu, ada kalimat-kalimat yang dihilangkan, sehingga hubungan antarkalimatnya implisit, misalnya: /Kalau kau mau kuterima kau kembali/ (tetapi tentu hanya untukku sendiri; jangan terbagi dengan yang lain; sekalipun aku sadar keberadaanku; tidak pantas dengan dirimu); (karena) /sedang dengan cermin aku enggan berbagi/. Kata-kata dan kalimat-kalimat tambahan yang tidak dieksplisitkan dalam sajak disimpan dalam tanda kurung.

1.      Ekspresi Tidak Langsung
Puisi merupakan karya puisi yang berisi ekspresi seorang penyair. Ekspresi yang dikemukakan adalah ekspresi pikiran atau gagasan atau perasaan yang tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:120) disebabkan oleh tiga hal, yakni: a) karena penggantian arti (displacing of meaning); b) karena penyimpangan arti (distorting of meaning); dan c) karena penciptaan arti (creating of meaning).

a)      Penggantian Arti (displacing of meaning)
Terjadinya penggantian arti karena digunakannya bahasa kiasan di dalam karya puisi, seperti penggunaan majas metafora, metonimia, simile (perbandingan), personifikasi, sinekdok, dan lain-lain. Perhatikanlah sajak berikut!

SAJAK PUTIH
Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah

/Di hitam matamu kembang mawar dan melati / mawar dan melati adalah metafora dalam baris tersebut, bermakna sesuatu yang indah. /sepi menyanyi/ merupakan personifikasi ‘sepilah yang menyanyi’, dan seterusnya.

b)      Penyimpangan Arti
      Penyimpangan arti ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu: ambiguitas, kontradiksi, dan nonsene.

1.      Ambiguitas
Ambiguitas ini disebabkan oleh bahasa puisi itu bermakna ganda (polyinterpretable), apalagi di dalam puisi. Ambiguitas ini dapat berupa kata, frase, klausa, ataupun kalimat. Hal ini  disebabkan oleh sifat puisi yang berupa pemadatan. Berikut contoh ambiguitas di dalam sebuah sajak pada puisi Chairil Anwar.

DOA
Kepada Pemeluk Teguh
Chairil Anwar

Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Dalam baris pertama terlihat bahwa si ”aku” masih /termangu/, atau ragu-ragu akan adanya Tuhan, tetapi si ”aku” masih menyebut-nyebut nama Tuhan. Pada bait kedua, meskipun si ”aku” merasa sangat /susah/ untuk menyebut nama Tuhan, tetapi si aku /masih menyebut/ nama-Nya, karena ia sadar bahwa Kau itu /penuh seluruh/. Klausa “Kau penuh seluruh”, mempunyai makna ganda, bisa dimaknakan: Engkau mutlak ada, Engkau maha sempurna adanya, keberadaan-Mu tidak dapat diingkari, Engkau sungguh-sungguh ada secara utuh.
/Aku hilang bentuk/ /remuk/ dimaknakan bahwa si ”aku” sangat menderita, dan karena seakan si aku tidak berbentuk dan berwujud lagi. Dalam keadaan seperti itu pula si aku merasa bahwa dirinya seakan /mengembara di negeri asing/, terpencil dari yang lain. Dalam keadaan tidak berdaya, si ”aku” masih berusaha /mengetuk pintu/ Tuhannya yang maha Rohman. Karena itu juga, si aku /tidak bisa berpaling/.

2.      Kontradiksi
Seringkali puisi itu menyatakan sesuatu secara kebalikannya. Hal itu untuk membuat pembaca berpikir, hingga pikiran pembaca terpusat pada apa yang dikatakan di dalam sajak. Kontradiksi atau pertentangan ini disebabkan oleh paradoks dan ironi. Perhatikanlah puisi berikut ini!

SUJUD
Mustofa Bisri (1993)

Bagaimana kau hendak bersujud
Pasrah
Sedang wajahmu yang bersih
Sumringah
Keningmu yang mulia
dan indah
Begitu pongah
Minta sajadah
Agar tak menyentuh
tanah

Apakah kau melihatnya
Seperti iblis saat menolak
menyembah bapakmu
Dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak
Tempat kencing dan berak
Membuang ludah dan dahakl
Atau paling jauh hanya
Lahan pemanjaan
Nafsu serakah dan tamak?

Apakah kau lupa
Bahwa tanah adalah bapak
Dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu
Yang menyusuimu
Dan memberi makan
Tanah adalah kawan
Yang memelukmu dalam kesendirian
Dalam perjalanan panjang
Menuju keabadian?

Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Latakan heningmu
Tanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agung Alloh membelaimu
Dan terbanglah, kekasihku!

Paradoks mengandung arti bertentangan, seperti tampak pada bait pertama, baris /bagaimana kau hendak bersujud/ pasrah/ sedang wajahmu yang bersih/ sumringah/ begitu pongah/ minta sajadah/ agar tak menyentuk tanah/. Seseorang yang mau bersujud tetapi minta tidak menyentuh tanah. Selanjutnya pada bait kedua, penyair menyindir dengan pertanyaan yang di dalamnya berisi pernyataan-pernyataan iblis yang tidak mau bersujud kepada Adam (Iblis menolak perintah Alloh). Selanjutnya, pada bait ketiga, penyair mengingatkan kepada pembaca /apakah kau lupa/ bahwa tanah adalah bapak/ dari mana ibumu dilahirkan/ tanah adalah ibu/ yang menyusuimu/ dan seterusnya.

3.      Nonsense
Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti, sebab hanya berupa rangkaian bunyi, tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, di dalam karya puisi, nonsense itu tetap bermakna dalam arti memiliki makna berdasarkan konvensi puisi, misalnya konvensi mantra. Digunakan kata-kata yang bernonsense itu ditujukan untuk menimbulkan kekuatan gaib atau magis, berhubungan dengan dunia mistik, bisa juga disebut puisi sufistik. Contohnya puisi Sutardji Calzoum Bahri dalam sajaknya yang berjudul “Amuk”  seperti di bawah ini:


AMUK

.....       aku bukan penyair sekedar
aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata
memanggilMu
pot pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semua pot
mencari pot
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengan kucing memanggilMu
Izukalizu
Mapakazaba itasatali
tutulita
papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam logotokoco
zukuzangga zegezegezezukuzangga zege
zegeze zukuzangga zegezegeze zukuzang
ga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zu
kuzangga zegezegeze aahh.....!
mama kalian bebas
carilah tuhan semaumu

Kata-kata seperti pot, izukalizu, mapakazaba, itasatali, tutulita, papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu, dan seterusnya adalah contoh kata-kata yang nonsense. Di sinilah terjadinya penyimpangan arti tersebut.

c)      Penciptaan Arti (Creating of Meaning)
Penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna dalam sajak (dalam karya puisi). Jadi, penciptaan arti ini merupakan pengorganisasian teks di luar linguistik. Termasuk di dalam penciptaan arti ini adalah pembaitan, enjambement, persajakan (rima), tipografi, dan homologues. Pembaitan adalah pengaturan bait-bait; Enjambement bermakna pemenggalan kata-kata pada baris yang berbeda; Rima dimaksudkan sebagai pengaturan bunyi pada akhir baris; Tipografi berarti penyusunan baris-baris dalam keseluruhan sajak; Homologues adalah bentuk kata yang sama pada baris-baris yang sejajar (misalnya pada pantun). Berikut adalah contoh sajak yang banyak mengandung penciptaan arti. 










Lokasi: Tasikmalaya, West Java, Indonesia

2 komentar:

  1. Kenapa videonya ga bisa diputar di HP, ya? Tapi di lapto mah bisa dilihat? Mungkin HP-nya yang nggak mendukungnya?

    BalasHapus