PENGERTIAN DAN HAKIKAT PUISI
(PUISI BAGIAN 1)
Pemahaman
tentang pengertian, hakikat, dan unsur-unsur pembangun wajib kita miliki agar
pemahaman tentang puisi lebih aktual, artinya pemahaman puisi sesuai dengan
konsep puisi kontemporer (masa kini). Bahwa terdapat puisi lama yang
mensyaratkan berbagai aturan, memang tetap harus kita kenali. Dengan pembahasan
ini juga diharapkan kita dapat memiliki pengetahuan yang cukup tentang
teori-teori puisi, khususnya berkaitan dengan hakikat dan unsur-unsur pembangun
puisi. Akhirnya, dengan bekal pemahaman tersebut diharapkan kita dapat
“menggauli” puisi dengan penuh rasa cinta.
A.
Pengertian Puisi
Sering
terjadi kesalahpahaman ketika mendefinisikan puisi. Puisi sering disebut
karangan terikat. Kesalahpahaman tersebut terjadi akibat mendefinisikan puisi
membandingkan dengan batasan prosa dan masih mengacu pada contoh puisi-puisi
lama. Jika puisi merupakan karangan yang terikat oleh aturan-aturan (jumlah
baris dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu baris, bunyi-bunyi akhir
baris, dan sebagainya), bagaimanakah dengan puisi-puisi seperti di bawah ini?
Rumah Kenangan
Nenden Lilis Aisyah
Seorang tanpa rumah tak bisa pulang ke mana-mana
Kecuali pada kenangan di atas pohon jambu
Pada ibu-bapak renta yang terpekur di kamar berdebu
Lemari kusam itu masih dirasa miliknya
Meski lubang kuncinya macet,
pintunya tak bisa menutup,
Cerminnya memantulkan bayang-bayang lonjong
Bekas tanah dicangkul dan baju berlumur
Yang menggantung di balik dapur juga
Seperti sisa hatinya
Meski selalu ada yang terasa sulit
Tumbuh seperti pohon apel di kebun belakang
Daunnya rangkas dimakan ulat
Atau pohon delima, buahnya belah sebelum masak
Tapi seorang tanpa rumah masih ingin tinggal
Meski tak tahu, masih adakah yang rindu,
Masihkah ada yang menunggu?
Ia hanya tahu
Hidup sesungguhnya sendiri
Rumah Kenangan
Nenden Lilis Aisyah
Seorang tanpa rumah tak bisa pulang ke mana-mana
Kecuali pada kenangan di atas pohon jambu
Pada ibu-bapak renta yang terpekur di kamar berdebu
Lemari kusam itu masih dirasa miliknya
Meski lubang kuncinya macet,
pintunya tak bisa menutup,
Cerminnya memantulkan bayang-bayang lonjong
Bekas tanah dicangkul dan baju berlumur
Yang menggantung di balik dapur juga
Seperti sisa hatinya
Meski selalu ada yang terasa sulit
Tumbuh seperti pohon apel di kebun belakang
Daunnya rangkas dimakan ulat
Atau pohon delima, buahnya belah sebelum masak
Tapi seorang tanpa rumah masih ingin tinggal
Meski tak tahu, masih adakah yang rindu,
Masihkah ada yang menunggu?
Ia hanya tahu
Hidup sesungguhnya sendiri
Berdasarkan
contoh puisi di atas, pengertian puisi sebagai karangan terikat sudah tidak
bisa diterima. Hal itu karena wujud puisi sudah mengalami perkembangan.
Perkembangan itu pula yang menyebabkan pengertian puisi pun berkembang.
Secara
etimologis kata puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti ”membuat”, poeisis
yang berarti ”pembuatan”, atau poeites yang berarti ”pembuat, pembangun, atau
pembentuk”. Di Inggris puisi disebut poem
atau poetry yang artinya tak jauh
berbeda dengan to make atau to create sehingga lama sekali di
Inggris puisi disebut maker.
Secara
istilah, puisi dapat diartikan sebagai berikut.
1.
Puisi adalah pengucapan dengan perasaan sedangkan prosa pengucapan
dengan pikiran
(H.B.Jassin dalam Thahjono, 1988: 49)
2.
Puisi mengajarkan sebanyak mungkin, dengan kata-kata sedikit
mungkin.
(Ralph Waldo Emerson dalam Thahjono, 1988: 49)
3.
Puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan
suara sebagai ciri khasnya (rima, ritme, musikalitas).
(Slamet Mulyana dalam Ristiani, 2003:17)
4.
Puisi merupakan suatu karangan yang mengandung irama. Irama
merupakan ciri puisi yang membedakannya dengan prosa. Perbandingan puisi dan
prosa diibaratkan dengan orang yang menari dan berjalan biasa.
(H.B. Yasssin dalam
Ristiani, 2003:18)
5.
Puisi merupakan bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang
mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional.
(Clive Samson dalam Ristiani, 2003:19)
Berdasarkan
batasan di atas, wujud puisi itu adalah bahasa yang padat (sedikit kata-kata,
tetapi mengandung banyak makna). Keindahan struktur bahasa yang digunakan
sangat diperhatikan (rima, ritme, musikalitas). Apa yang tersembunyi di balik
bahasa yang digunakan itu adalah makna yang ingin disampaikan. Makna yang
dikandungnya tersebut dapat berupa pikiran, perasaan, pendapat, kritikan, dan
lain-lain.
Pemadatan
di dalam puisi adalah pengintensifan segala unsur bahasa. Unsurunsur bahasa
tersebut di dalam penyusunannya dirapikan, diperbagus, diatur sebaik-baiknya
dengan memperhatikan keindahan bunyi (rima, ritme, dan musikalitas).
B.
Hakikat Puisi
Seperti
yang dikemukakan di atas bahwa hakikat puisi tidak terletak pada bentuk
formalnya. Bentuk formal hanyalah sebagai sarana kepuitisan yang digunakan
penyair untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Ada tiga aspek yang
perlu dipahami untuk mengerti hakikat puisi, yakni: 1) fungsi estetik; 2)
kepadatan; dan 3) ekspresi tidak langsung.
1. Fungsi Estetik
Puisi
merupakan salah satu bentuk karya sastra, fungsi estetik sangat dominan, sangat
berkuasa. Tanpa fungsi seni ini, karya kebahasaan tidak dapat disebut sebagai
karya seni puisi. Unsur-unsur estetik atau keindahan di dalam karya puisi
tersebut merupakan unsur-unsur kepuitisan seperti diksi, rima (persajakan),
irama, gaya bahasa, dan sebagainya.
2. Kepadatan
Yang
dimaksud dengan kepadatan adalah pemadatan kata-kata. Di dalam puisi, tidak
semua peristiwa diceritakan, akan tetapi yang diekspresikan adalah inti
masalah, atau inti cerita. Karena itu, kadang-kadang kata-kata hanya diambil
inti dasarnya. Imbuhan-imbuhan, baik awalan maupun akhiran sering dihilangkan.
Perhatikanlah contoh sajak di bawah ini:
PENERIMAAN
Chairil Anwar
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
PENERIMAAN
Chairil Anwar
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Foto: Chairil Anwar
Sajak
Penerimaan ini penuh pemadatan.
Banyak kata yang hanya menggunakan inti dasarnya, kata selengkapnya atau
imbuhan dihilangkan, seperti pada kata /kau/ (engkau), /kutahu/ (aku
mengetahui), /dulu/ (dahulu), /tunduk/ (menunduk). Selain itu, ada
kalimat-kalimat yang dihilangkan, sehingga hubungan antarkalimatnya implisit,
misalnya: /Kalau kau mau kuterima kau
kembali/ (tetapi tentu hanya untukku sendiri; jangan terbagi dengan yang
lain; sekalipun aku sadar keberadaanku; tidak pantas dengan dirimu); (karena) /sedang dengan cermin aku enggan berbagi/.
Kata-kata dan kalimat-kalimat tambahan yang tidak dieksplisitkan dalam sajak
disimpan dalam tanda kurung.
1. Ekspresi Tidak Langsung
Puisi
merupakan karya puisi yang berisi ekspresi seorang penyair. Ekspresi yang
dikemukakan adalah ekspresi pikiran atau gagasan atau perasaan yang tidak
langsung. Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:120)
disebabkan oleh tiga hal, yakni: a) karena penggantian arti (displacing of meaning); b) karena
penyimpangan arti (distorting of
meaning); dan c) karena penciptaan arti (creating
of meaning).
a)
Penggantian Arti (displacing
of meaning)
Terjadinya
penggantian arti karena digunakannya bahasa kiasan di dalam karya puisi,
seperti penggunaan majas metafora, metonimia, simile (perbandingan),
personifikasi, sinekdok, dan lain-lain. Perhatikanlah sajak berikut!
SAJAK PUTIH
Chairil Anwar
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah
SAJAK PUTIH
Chairil Anwar
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah
/Di hitam matamu kembang mawar dan melati
/ mawar dan melati adalah metafora dalam baris tersebut, bermakna sesuatu yang
indah. /sepi menyanyi/ merupakan
personifikasi ‘sepilah yang menyanyi’, dan seterusnya.
b)
Penyimpangan Arti
Penyimpangan
arti ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu: ambiguitas,
kontradiksi, dan nonsene.
1. Ambiguitas
Ambiguitas ini disebabkan oleh bahasa puisi itu bermakna ganda (polyinterpretable), apalagi di dalam
puisi. Ambiguitas ini dapat berupa kata, frase, klausa, ataupun kalimat. Hal
ini disebabkan oleh sifat puisi yang
berupa pemadatan. Berikut contoh ambiguitas di dalam sebuah sajak pada puisi
Chairil Anwar.
DOA
Kepada Pemeluk Teguh
Chairil Anwar
Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
DOA
Kepada Pemeluk Teguh
Chairil Anwar
Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Dalam
baris pertama terlihat bahwa si ”aku” masih /termangu/, atau ragu-ragu akan adanya Tuhan, tetapi si ”aku” masih
menyebut-nyebut nama Tuhan. Pada bait kedua, meskipun si ”aku” merasa sangat /susah/ untuk menyebut nama Tuhan, tetapi
si aku /masih menyebut/ nama-Nya,
karena ia sadar bahwa Kau itu /penuh
seluruh/. Klausa “Kau penuh seluruh”, mempunyai makna ganda, bisa
dimaknakan: Engkau mutlak ada, Engkau maha sempurna adanya, keberadaan-Mu tidak
dapat diingkari, Engkau sungguh-sungguh ada secara utuh.
/Aku hilang bentuk/ /remuk/ dimaknakan bahwa si ”aku” sangat menderita, dan karena
seakan si aku tidak berbentuk dan berwujud lagi. Dalam keadaan seperti itu pula
si aku merasa bahwa dirinya seakan /mengembara
di negeri asing/, terpencil dari yang lain. Dalam keadaan tidak berdaya, si
”aku” masih berusaha /mengetuk pintu/
Tuhannya yang maha Rohman. Karena itu juga, si aku /tidak bisa berpaling/.
2. Kontradiksi
Seringkali
puisi itu menyatakan sesuatu secara kebalikannya. Hal itu untuk membuat pembaca
berpikir, hingga pikiran pembaca terpusat pada apa yang dikatakan di dalam
sajak. Kontradiksi atau pertentangan ini disebabkan oleh paradoks dan ironi.
Perhatikanlah puisi berikut ini!
SUJUD
Mustofa Bisri (1993)
Bagaimana kau hendak bersujud
Pasrah
Sedang wajahmu yang bersih
Sumringah
Keningmu yang mulia
dan indah
Begitu pongah
Minta sajadah
Agar tak menyentuh
tanah
Apakah kau melihatnya
Seperti iblis saat menolak
menyembah bapakmu
Dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak
Tempat kencing dan berak
Membuang ludah dan dahakl
Atau paling jauh hanya
Lahan pemanjaan
Nafsu serakah dan tamak?
Apakah kau lupa
Bahwa tanah adalah bapak
Dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu
Yang menyusuimu
Dan memberi makan
Tanah adalah kawan
Yang memelukmu dalam kesendirian
Dalam perjalanan panjang
Menuju keabadian?
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Latakan heningmu
Tanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agung Alloh membelaimu
Dan terbanglah, kekasihku!
SUJUD
Mustofa Bisri (1993)
Bagaimana kau hendak bersujud
Pasrah
Sedang wajahmu yang bersih
Sumringah
Keningmu yang mulia
dan indah
Begitu pongah
Minta sajadah
Agar tak menyentuh
tanah
Apakah kau melihatnya
Seperti iblis saat menolak
menyembah bapakmu
Dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak
Tempat kencing dan berak
Membuang ludah dan dahakl
Atau paling jauh hanya
Lahan pemanjaan
Nafsu serakah dan tamak?
Apakah kau lupa
Bahwa tanah adalah bapak
Dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu
Yang menyusuimu
Dan memberi makan
Tanah adalah kawan
Yang memelukmu dalam kesendirian
Dalam perjalanan panjang
Menuju keabadian?
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Latakan heningmu
Tanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agung Alloh membelaimu
Dan terbanglah, kekasihku!
Paradoks
mengandung arti bertentangan, seperti tampak pada bait pertama, baris /bagaimana kau hendak bersujud/ pasrah/
sedang wajahmu yang bersih/ sumringah/ begitu pongah/ minta sajadah/ agar tak
menyentuk tanah/. Seseorang yang mau bersujud tetapi minta tidak menyentuh
tanah. Selanjutnya pada bait kedua, penyair menyindir dengan pertanyaan yang di
dalamnya berisi pernyataan-pernyataan iblis yang tidak mau bersujud kepada Adam
(Iblis menolak perintah Alloh). Selanjutnya, pada bait ketiga, penyair
mengingatkan kepada pembaca /apakah kau
lupa/ bahwa tanah adalah bapak/ dari mana ibumu dilahirkan/ tanah adalah ibu/
yang menyusuimu/ dan seterusnya.
3. Nonsense
Nonsense adalah
kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti, sebab hanya berupa
rangkaian bunyi, tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, di dalam karya puisi,
nonsense itu tetap bermakna dalam arti memiliki makna berdasarkan konvensi
puisi, misalnya konvensi mantra. Digunakan kata-kata yang bernonsense itu
ditujukan untuk menimbulkan kekuatan gaib atau magis, berhubungan dengan dunia
mistik, bisa juga disebut puisi sufistik. Contohnya puisi Sutardji Calzoum
Bahri dalam sajaknya yang berjudul “Amuk”
seperti di bawah ini:
AMUK
..... aku
bukan penyair sekedar
aku depan
depan yang
memburu
membebaskan
kata
memanggilMu
pot
pot pot
pot pot
kalau
pot tak mau pot
biar pot semua
pot
mencari
pot
pot
hei
Kau dengar manteraku
Kau dengan
kucing memanggilMu
Izukalizu
Mapakazaba
itasatali
tutulita
papaliko
arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba
dekodega zamzam logotokoco
zukuzangga
zegezegezezukuzangga zege
zegeze
zukuzangga zegezegeze zukuzang
ga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze zu
kuzangga
zegezegeze aahh.....!
mama
kalian bebas
carilah tuhan semaumu
carilah tuhan semaumu
Kata-kata
seperti pot, izukalizu, mapakazaba, itasatali, tutulita, papaliko arukabazaku kodega
zuzukalibu, dan seterusnya adalah
contoh kata-kata yang nonsense. Di sinilah terjadinya penyimpangan arti
tersebut.
c)
Penciptaan Arti (Creating of Meaning)
Penciptaan
arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara
linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna dalam sajak (dalam
karya puisi). Jadi, penciptaan arti ini merupakan pengorganisasian teks di luar
linguistik. Termasuk di dalam penciptaan arti ini adalah pembaitan, enjambement, persajakan (rima), tipografi, dan homologues. Pembaitan
adalah pengaturan bait-bait; Enjambement bermakna pemenggalan kata-kata pada
baris yang berbeda; Rima dimaksudkan sebagai pengaturan bunyi pada akhir baris;
Tipografi berarti penyusunan baris-baris dalam keseluruhan sajak; Homologues
adalah bentuk kata yang sama pada baris-baris yang sejajar (misalnya pada
pantun). Berikut adalah contoh sajak yang banyak mengandung penciptaan arti.
Puisi untuk kita
BalasHapusKenapa videonya ga bisa diputar di HP, ya? Tapi di lapto mah bisa dilihat? Mungkin HP-nya yang nggak mendukungnya?
BalasHapus